28 November 2007

Remunerasi Diancam

Pegawai DJP sepertinya sedang mengalami serangan bertubi-tubi dari beberapa arah menggunakan jurus mabok. Ya, jurus mabok. Jurus mabok adalah jurus yang menipu lawannya dengan gerakan-gerakan yang sepintas terlihat lemah gemulai dan sempoyongan, sehingga lawan akan mengira bahwa serangan yang dilancarkan tidak akan berakibat fatal. Padahal sebaliknya. Inti dari jurus mabok adalah serangan yang tidak dapat diduga, dan tentu saja, mematikan.

Nah, saya mau mengibaratkan teman-teman DJP yang masih shock dengan S-781 kemarin, seperti orang yang diserang dengan jurus mabok. Soalnya, setelah S-781, juga ada kemungkinan bahwa remunerasi tidak akan berjalan lebih jauh. Kalau tidak percaya, silahkan lanjutkan membaca berita di bawah ini, yang diperoleh dari Koran Kompas hari ini (Rabu, 28 Nop 2007) di halaman 19, yang diposting oleh teman-teman di intranet DJP.

Maklum saja, persetujuan remunerasi ada di tangan DPR yang mengharapkan kinerja pemerintah menjadi maksimal dengan adanya remunerasi. Padahal, kata beberapa teman sih, kinerja DPR sendiri juga perlu dipertanyakan. Padahal juga, DPR sudah dapat tunjangan yang bejibun macam dan jumlah rupiahnya, hanya saja nama tunjangan-tunjangan itu bukanlah remunerasi.

Ini dia beritanya:

 

Remunerasi PNS Terancam Dicabut

Anggaran untuk Remunerasi Rp 62 Triliun

Jakarta, Kompas - Panitia Anggaran Dewan Perwakilan Rakyat mengancam akan mencabut persetujuan anggaran tunjangan tambahan atau remunerasi pegawai negeri sipil jika laporan keuangan pemerintah tetap mendapatkan predikat disclaimer dari Badan Pemeriksa Keuangan. Langkah ini diperlukan karena DPR menghendaki keseriusan pemerintah dalam memperbaiki laporan keuangannya yang dinilai Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) tidak konsisten.

Ketua Panitia Anggaran DPR Emir Moeis mengungkapkan itu menjelang Rapat Paripurna DPR yang mengagendakan Pengesahan Undang-Undang tentang Pertanggungjawaban atas Pelaksanaan APBN Tahun Anggaran 2005, Selasa (27/11) di Jakarta. Menurut Emir, pemerintah seharusnya mampu memberikan hasil yang maksimal dalam mengelola keuangan negara karena permintaan kenaikan kesejahteraan sudah diluluskan DPR, yakni dalam bentuk pemberian remunerasi. "Oleh karena itu, jika dalam periode 2007-2009 masih disclaimer juga, sebaiknya renumerasi itu kami cabut saja. Karena percuma saja diberi gaji dan pendapatan besar," ujarnya.

Sebelumnya, dalam sidang paripurna pada 28 Agustus 2007, DPR menyetujui APBN Perubahan 2007 yang berarti meloloskan permintaan Menteri Keuangan tentang tambahan anggaran pegawai Departemen Keuangan, BPK, dan Mahkamah Agung senilai Rp 1,46 triliun. Anggaran itu digunakan untuk memenuhi pembayaran remunerasi di ketiga instansi tersebut.

Anggaran untuk remunerasi atau tunjangan tambahan di luar gaji pokok terkait reformasi birokrasi sebesar Rp 62 triliun, dengan perhitungan pegawai di semua departemen saat ini mencapai 3,5 juta orang. Akan tetapi, pemerintah tidak mungkin menganggarkan dana sebesar itu dalam satu tahun sehingga perlu didistribusikan pada beberapa tahun anggaran.

Dalam laporannya di depan rapat paripurna, Emir mengatakan, Panitia Anggaran menghendaki adanya audit susulan atas Laporan Keuangan Pemerintah Pusat 2005 karena laporan tersebut memiliki berbagai kelemahan. DPR juga mencatat terdapat nilai piutang pajak yang tidak didasarkan pada catatan akuntansi yang memadai dan pengungkapannya tidak sesuai dengan Standar Akuntansi Pemerintah. Prosedur pencatatan dan pelaporan realisasi Penerimaan Perpajakan tidak sesuai dengan Sistem Akuntansi dan Pelaporan Keuangan.

 

Sudah banyak perbaikan

Direktur Akuntansi dan Pelaporan Keuangan Departemen Keuangan Hekinus Manao menegaskan, pemerintah sudah banyak melakukan perbaikan dalam pengelolaan anggaran. Hal itu dibuktikan dengan adanya penurunan jumlah dana yang tidak dilaporkan ke neraca pemerintah, dari Rp 3,2 triliun pada 2005 menjadi Rp 900 miliar pada tahun 2006.

Pemerintah adalah entitas pengelola anggaran terbesar di Indonesia yang memiliki 21.000 satuan kerja. Oleh karena itu, sangat sulit mengelola anggaran dalam sebuah lembaga yang sangat besar. "Ada beragam masalah yang menyebabkan laporan keuangan dari satuan kerja masih bermasalah. Ada kemungkinan satuan kerjanya itu sengaja tidak melaporkan hasil belanjanya, tidak tahu ada kewajiban melapor, atau tidak tahu cara melaporkan keuangan yang benar," kata Hekinus Manao. (OIN)

====END===

 

Nah untuk menangkal jurus mabok, yang bisa jadi akan dilancarkan oleh pihak lain -seperti BPK misalnya, yang melalui kepala BPKnya (Anwar Nasution) mengecam tax ratio Indonesia yang hanya 13 koma sekian persen- pegawai DJP kudu membentengi diri dengan jurus yang lebih ampuh daripada jurus mabok ini. Sayangnya, sepengetahuan saya di dunia persilatan, belum dikenal ada jurus yang lebih ampuh daripada jurus mabok ini. Satu-satunya jurus yang paling ampuh di dunia adalah DOA. “Doa adalah senjata orang mukmin”, begitu sebuah hadits yang pernah saya dengar. Hadits ini dari Rasulullah, sang manusia agung, kekasih Allah, dengan integritas yang tiada banding.

Selain doa, yang juga akan menyelamatkan kita dari jurus mabok ini adalah integritas pribadi dan ukiran prestasi. Kombinasi jurus kita ini, insya Allah akan lebih dahsyat daripada jurus mabok yang dilancarkan dari berbagai penjuru mata angin sekalipun. Insya Allah.

 

[Remunerasi untuk semua]

27 November 2007

SKPP Gaji Geomatika6

Mumpung saya masih di kantor dan email kantor masih bisa untuk posting ke Geomatika6.blogspot, sekalian saya beritahukan kepada rekan-rekan Geomatika6 bahwa: SKPP Gaji telah terbit, dan sekarang masih di Kantor Pusat. Kemungkinan besar, SKPP itu, akan segera dikirimkan ke kantor masing-masing oleh Kantor Pusat. Silahkan tunggu.
 
Info singkat. Semoga bermanfaat ya..
 
[Oh ya, teman-teman bisa menghubungi saya via nomor xl di 081914052432 atau di Fren 08886831532. Silahkan update phonebooknya. Kali aja ada yang mau nagih hutang atau ngasih proyek.. he..he..]

Apa Kabar S-781

Jangan pernah meremehkan sesuatu apapun itu. Hal ini sudah sering saya dengar sebagai petuah baik secara langsung maupun secara tidak langsung. Sesuatu itu bahkan bisa saja berupa selembar kertas. Siapa yang menyangkal kalau selembar kertas bisa menyebabkan 'gempa' di mana-mana, setidaknya di berbagai bagian Jakarta, di tempat-tempat dimana terdapat institusi DJP. Tidak percaya ? simak ya..

Tentu saja, pengertian 'gempa' ini bukan dalam arti semestinya berupa guncangan bumi. Namun, 'gempa' ini adalah kegaduhan yang terjadi di lingkungan DJP karena terbitnya selembar kertas surat dengan Nomor depan S-781 tertanggal 26 Nopember 2007.

Selembar S-781

Alkisah, terbitlah selembar surat dengan nomor depan S-781 pada tanggal 26 Desember 2007 kemarin. Selembar ? Surat S-781 sebenarnya terdiri dari 4 halaman (berarti 4 lembar kertas ?). Waduh.. lembaran kertas mah kesepakatan kita saja. Kita saja yang menentukan kertas A4 itu ukurannya sekian-sekian. Walaupun demikian, apabila surat tersebut di print dengan menggunakan kertas continuous form yang bersambung dari awal hingga akhir, khan tetap satu lembar juga jadinya.. (he.. he..).

Ini bukan surat biasa, melainkan surat dari pejabat teras DJP. Surat ini bukan surat biasa, karena mengatur tentang hal yang tidak biasa-biasa, yaitu menyangkut penghasilan pegawai di DJP. Inti surat ini adalah menegaskan tentang remunerasi yang juga secara tidak langsung merupakan ralat bagi aturan yang sudah-sudah.

Surat ini tidak biasa, karena menimbulkan efek guncangan dan kegaduhan mirip gempa. Bagaimana tidak, bila dengan surat ini, semua pegawai DJP harus menghitung lagi penghasilannya dengan harap-harap cemas. Harap-harap cemas, bahwa mereka tidak akan termasuk dalam golongan orang-orang yang harus menyerahkan kembali penghasilannya setelah penghasilan itu habis dibelanjakan; yang merupakan inti pokok dari surat ini.

Itulah sebabnya, beberapa teman menyebut surat ini penyebab gempa dengan kekuatan 7,81 SR (sesuai nomor suratnya) yang terjadi di kantor-kantor DJP di seluruh Indonesia tercinta. Dan ternyata, dampaknya bukan hanya di Jakarta. Dampaknya menyentuh setiap kantor KPP di seluruh Indonesia, baik yang sudah modern ataupun yang belum modern. Sungguh dahsyat !

Tiga Group

Surat ini jelas-jelas membedakan cara penentuan atau penghitungan TKPKN (remunerasi) bagi pegawai DJP ke dalam tiga group pegawai, yaitu: Group yang sudah modern pada tanggal 1 Juli 2007 (kita sebut sebagai Group 1), Group yang modern sebelum tanggal 1 Juli 2007 (Group 2), dan Group yang belum modern pada tanggal 1 Juli 2007 (Group 3).

Group 1 adalah pegawai-pegawai yang secara SK DEFINITIF ditempatkan di kantor-kantor yang sesuai dengan SK nomor sekian tertanggal 12 Juni 2007 ditetapkan sebagai kantor-kantor yang telah menjadi KPP Pratama modern yang telah mulai aktif pada tanggal 1 Juli 2007. Kantor-kantor ini dihimpun dalam Lampiran I surat S-781.

Sedangkan Group 2 adalah para pegawai yang berada di kantor-kantor yang telah modern sebelum tanggal 1 Juli 2007, yaitu: yang berada di DJP, Kanwil-kanwil dan kantor-kantor madya di seluruh Indonesia yang dihimpun dalam Lampiran II surat S-781. Geomatika6 berada di Group 2 ini untuk masa-masa sebelum 1 September 2007.

Adapun Group 3 adalah pegawai-pegawai yang berada di kantor-kantor yang hingga tanggal 1 Juli 2007 belum modern. Disini, termasuk KPP Pratama yang aktif setelah tanggal 1 Juli 2007, seperti KPP Pratama Jakarta Koja kantor saya. Geomatika6, praktis masuk ke Group 3 ini sejak adanya SK penempatan bulan September 2007 kemarin.

Group-group ini mempunyai perhitungan remunerasinya sendiri-sendiri, yang berbeda satu sama lain. Cukup pusing juga menginterpretasikannya. Akan tetapi, karena masih ada hubungannya dengan Geomatika6, maka saya akan berusaha menyampaikan beberapa hal disini. Mudah-mudahan saya tidak harus meralatnya di kemudian hari.

Geomatika diantara S-781

Beberapa hal yang disampaikan disini diperoleh dari diskusi-diskusi saya dengan Mas Endro dan Mas Haris (secara jarak jauh, via telepon). Oke, inilah kesimpulan sementara saya:

1. Standing position: keberadaan Geomatika6 sebelumnya adalah sebagai pegawai Kantor Pusat DJP (Group 2). Kemudian dengan terbitnya SK Penempatan pada bulan September 2007, maka Geomatika6 tersebar di seluruh Indonesia dan masuk ke Group 3.

2. Time frame: time frame yang penting adalah tanggal 1 Juli 2007 dan 1 September 2007.

3. Hitungan penghasilan. Berdasarkan poin 1 dan 2 tersebut, maka kita fokus pada ketentuan tentang Group 3 berdasarkan kedua time frame tersebut.

Berhitung yuk !

Adapun perhitungannya adalah sebagai berikut (untuk Group 3 saja ya..):

a. untuk 1 Juli 2007 hingga bulan sebelum tanggal 1 September 2007: Geomatika6 memperoleh TKPKN Lama ditambah TKT (TKPKN + TKT).

b. Mulai 1 September 2007: Group 3 memperoleh remunerasi berdasarkan Sistem Baru. Sistem baru ini adalah sistem yang mengatur pembayaran TKPKN sebesar 75% bagi yang belum modern, dan 100% untuk kantor-kantor yang sudah modern. (Pasti sudah tahu semua ya..!)

Artinya ??

Artinya, untuk masa-masa hingga (sebelum) 1 September 2007: Geomatika6 berhak memperoleh TKPKN + TKT. Walaupun TKTnya hanya sebesar 25% dari TKT yang ada (karena status sebagai pegawai tugas belajar). Dan ini berarti bahwa: Geomatika6 semestinya -dan insya Allah- akan menerima TKT 25% untuk bulan-bulan tersebut (Juli, Agustus), sehingga potongan yang sekarang diberlakukan kepada gaji Geomatika6 akan di'normalisasi' dan potongan yang sebelumnya akan segera dikembalikan. Demikian info yang saya tangkap dari kabar yang berasal dari Mas Haris dan Mas Endro dari Mbak Nia (bagian Keuangan DJP).

Adapun untuk masa setelah 1 September 2007, sejauh yang saya ketahui, untuk Geomatika6 telah sesuai dengan ketentuan dalam S-781 tersebut. Dengan kata lain, tidak akan ada perubahan penghasilan untuk bulan September dan seterusnya. Karena pada bulan tersebut sudah diterapkan TKPKN Sistem Baru.

Akhirnya

Dapat saya sampaikan disini, bahwa status Geomatika6 adalah "aman-aman saja". Artinya tidak begitu terpengaruh dengan S-781 ini. Insya Allah, Geomatika6 tidak perlu mengembalikan apapun, dan akan menerima TKT 25%nya kembali (setelah sempat 'diminta lagi' sebelumnya). Alhamdulillah.

S-781 memang menimbulkan efek bagi pegawai DJP. Tetapi kita tidak akan bergembira ataupun bersedih berlebihan karenanya. Karena memang efeknya bagi Geomatika6 tidak siknifikan.

Insya Allah ini dulu yang bisa saya sampaikan. Kepastian memang harus ditunggu hingga saatnya datang. Tetapi setidaknya, ini adalah penjelasan awal tentang kondisi Geomatika6 akibat terbitnya surat S-781 tersebut. Please CMIIW (Correct Me If I'm Wrong) !

Ralat

Ralat adalah salah satu perbendaharaan kata Bahasa Indonesia yang sering digunakan untuk menyatakan suatu tindakan yang bertujuan untuk membetulkan atau memperbaiki sesuatu hal yang dianggap mengandung kesalahan atau kekeliruan, atau ketidaklengkapan. Pengertian ini, walaupun panjang, bukan diperoleh dari kamus bahasa, melainkan hanya pendapat saya pribadi, yang mungkin saja akan saya ralat di kemudian hari.

Ralat dimana-mana.

Hampir semua orang Indonesia tahu inti dari kata 'Ralat' ini. Baik kalangan akademisi, fiskus, praktisi hukum, advertising, media massa, bahkan mungkin hingga ibu-ibu rumah tangga dan anak-anak SD sudah mafhum dengan arti kata ini. Hampir semua orang juga -saya yakin- pernah memanfaatkan atau menggunakan kata 'Ralat' ini dalam hidup dan kehidupannya. Disadari atau tidak, banyak orang yang memanfaatkan kata ini, hanya saja bentuk dan istilahnya macam-macam tergantung kepada kesesuaian waktu, tempat, dan acaranya. Tidak percaya ?! Tengok saja di dunia hukum, ralat terkadang bisa dilakukan dalam bentuk atau wujud atau lembaga hukum yang lain, misalnya Grasi, Kasasi, atau bahkan Peninjauan Kembali adalah salah satu upaya hukum untuk 'melakukan ralat' atas keputusan hukum yang sudah ditetapkan sebelumnya (biasanya ditetapkan oleh hakim di pengadilan).

Atau di dunia fiskus (perpajakan), ralat bisa dilakukan dengan cara mengeluarkan aturan baru yang setingkat dengan aturan lama, baik dengan menggunakan judul 'ralat' atau tidak. Tengok saja beberapa SK (penempatan) yang mengandung kesalahan, sehingga perlu diralat dengan mengeluarkan 'SK Ralat', sedangkan yang tidak mengandung kata ralat di title atau judul aturan pun banyak. Misalnya Undang-undang KUP yang baru adalah undang-undang yang mengubah (atau me-'ralat') undang-undang KUP yang lama.

Ralat is wajar

Ralat adalah hal yang wajar dalam kehidupan manusia, mengingat manusia adalah tempatnya salah dan lupa. Ralat merupakan tanda pengakuan bahwa sesuatu telah salah atau keliru, dan selanjutnya bertindak untuk memperbaiki atau menyempurnakannya. Hanya saja, yang namanya ralat tetap mempunyai dua sisi atau efek, seperti halnya yang lain, yaitu efek menyenangkan dan / atau efek menyedihkan. Efek ini sebenarnya adalah hal berbeda dan terpisah dari kegiatan ralat itu sendiri. Artinya, entah akan menimbulkan efek menyenangkan atau malah menyedihkan adalah urusan berikutnya; yang utama adalah bahwa kekeliruan atau ketidaksempurnaan harus dibetulkan atau disempurnakan dengan ralat.

Kewajiban seseorang yang melakukan kesalahan adalah meralatnya. Sedangkan efeknya (efek ralat) bukanlah mutlak tanggung jawabnya. Apabila efeknya tersebut berada dalam rentang kendali orang yang meralat, maka sebaiknya (atau bahkan wajib hukumnya) si peralat untuk menanggung akibatnya juga. Contohnya begini: seseorang telah salah menuliskan penghasilan seseorang sebagai 500.000, padahal seharusnya 1.000.000; maka si peralat harus melakukan ralat dalam daftar penghasilannya, sekaligus ia harus mengembalikan atau memberikan selisih kekurangan yang ditimbulkan oleh ralat itu. Tetapi, apabila efek ralat itu berada di luar kuasa si peralat, maka terhadap yang demikian ini, si peralat tidak bisa dibebani tanggung jawab selanjutnya. Tentu saja, ada efek yang memang sulit untuk dibagi bebannya, seperti rasa sedih, rasa malu, dsb.

Sering Ralat

Permasalahannya adalah apabila seseorang atau institusi sering melakukan ralat terhadap program atau kebijakannya, apatah lagi ralat itu ternyata berkaitan dengan hal-hal penting yang menyangkut hajat hidup orang banyak. Nah, kalau sudah begini, tentu saja permasalahannya menjadi sangat rumit. Keseringan melakukan ralat akan membawa kesan kurang terorganisir, kurang profesional, dan kurangnya penguasaan masalah oleh seseorang atau suatu institusi tersebut.

Nah, bagaimana kalau yang melakukan ralat adalah saya atau blog ini yang -saat ini- belum mempunyai penikmat atau pengunjung yang besar, walaupun sedikit banyak sudah meluas karena berada di atas jaringan internet. Bisa jadi, seandainya saya melakukan ralat di kemudian hari -atas tulisan ini saja misalnya- Anda-anda yang sekarang ini membaca postingan ini tidak mengetahuinya. Lalu, bagaimanakah tanggung jawab saya ?

Kemudian, bagaimana menurut pendapat Anda, apabila: yang melakukan ralat itu adalah institusi besar, seperti DJP ? Lalu, bagaimanakah tanggung jawabnya mengingat institusi ini dikenal luas melalui intranet, internet, aturan-aturan yang mendunia yang tentunya efeknya juga mendunia ?

 

Akhirnya, mudah-mudahan saja di blog ini tidak perlu terdapat banyak ralat. Karena kalau terlalu banyak ralat, pasti akan ada yang bertanya: "Ralat lagi ? Apa kata dunia..?"

26 November 2007

Sosialisasi DJP

Akhir-akhir ini, dimana-mana di setiap sudut Kanwil DJP di seluruh Indonesia, terutama yang sudah mendeklarasikan diri sebagai kantor modern, sedang gencar-gencarnya melakukan berbagai langkah sosialisasi. Sosialisasi dilakukan baik kepada wajib pajak, maupun kepada para pegawai DJP sendiri. Tema sosialisasipun beraneka macam. Ada yang sosialisasi tentang modernisasi kantornya kepada wajib pajak, ada yang sosialisasi aturan (misalnya sosialisasi perubahan undang-undang KUP yang baru), hingga sosialisasi kode etik pegawai DJP (untuk yang satu ini, lebih sering disebut dengan istilah 'internalisasi').
Nah, hari ini, saya barusan dapat 'internalisasi' kode etik pegawai DJP di Kanwil DJP Jakarta Utara, setelah sebelumnya (kira-kira 2 minggu yang lalu) saya juga mengikuti sosialisasi perubahan undang-undang KUP di tempat yang sama. Kesan saya terhadap acara-acara itu tentu saja positif. Dengan adanya acara sosialisasi tersebut, saya dapat belajar langsung dan langsung belajar. Harapannya, materi ataupun diskusi yang disampaikan dapat terserap dengan baik, sehingga akan berguna pada saat penyelesaian tugas. Kira-kira gitu deh..!
Sosialisasi, What's up ?
Sosialisasi itu kira-kira artinya mengenalkan kepada orang banyak. Sedangkan internalisasi adalah penanaman sesuatu kepada sesuatu (diri, masyarakat, dsb). Menurut saya sih, sosialisasi itu penting dilakukan, karena ya.. harus disadari bahwa DJP ini khan salah satu institusi diantara ribuan institusi di Indonesia, program-program dan aturan-aturan DJP pun berada diantara sekian ratus ribu program dan aturan yang coba dilakukan / dikembangkan oleh ribuan institusi tadi. Dari sini bisa dipahami dong arti pentingnya sosialisasi... yaitu mengenalkan diri, program, aturan, kebijakan, dsb kepada konstituen atau bahasa kerennya stakeholder DJP. Tanpa sosialisasi, nama dan program kita mungkin tidak akan pernah diketahui oleh stakeholder. Apalagi stakeholder DJP ini sangat luas dan beragam mulai dari orang pribadi, badan, hingga negara-negara asing. Tanpa sosialisasi, boro-boro kita dikenal, didengar aja mungkin tidak.
Sosialisasi KUP
Ada hal-hal yang cukup menarik -bagi saya- seputar sosialisasi perubahan undang-undang KUP. Hal-hal tersebut, antara lain:
- sanksi bagi wajib pajak, fiskus, dan institusi-institusi yang terkait dengan kewajiban perpajakan. Disini, semua yang terlibat dengan perpajakan mempunyai potensi untuk menerima sanksi (baik perdata maupun pidana) atas kelalaian, kealpaan masing-masing. Jadi, sebagai fiskus pun, apabila melakukan kesalahan, kelapaan, kelalaian atau yang sejenisnya, akan dapat digugat dan dijatuhi sanksi bila memang terbukti.
- denda-denda keterlambatan pelaporan dan penyetoran kewajiban perpajakan. Ada perubahan yang siknifikan disini, yang tentunya harus segera disampaikan oleh setiap AR kepada WPnya sebagai bentuk kepedulian.
- insentif yang bisa diberikan kepada aparat DJP, apabila target penerimaan APBN tercapai. Memang ini baru permulaan, masih perlu dibahas lebih jauh tentang detil-detilnya, karena di APBN itu sendiri terdapat banyak asumsi-asumsi penyusun APBN yang digunakan, seperti: asumsi harga minyak dunia, suku bunga, tingkat inflasi, dsb.
- Adanya lembaga pembetulan. Lembaga pembetulan ini sebelumnya tidak dikenal dalam undang-undang KUP, namun sekarang hampir setiap produk perpajakan dapat diajukan pembetulan apabila terbukti terdapat kesalahan atau kekeliruan..
- Masih ada yang lainnya... banyak malah..! tapi untuk mendapatkan gambaran (dan pemahaman) yang lebih komprehensif (ciee..), silahkan untuk ber-Sosialisasi di kantornya masing-masing. Minimal, bersosialisasi untuk memperoleh bahan-bahan sosialisasi tersebut.

Sekian dulu ya, sosialisasi saya kepada Anda sekalian. Adapun untuk kabar tentang Sosialisasi Kode Etik nya, insya Allah menyusul kemudian. Tunggu ya..!






16 November 2007

Update

Assalaamu 'alaikum wr. wb.
Maaf ya, saya baru nongol lagi.. Kesibukan saya di kantor baru telah mempengaruhi jadwal 'ngenet' saya. Sekedar curhat saja: Menjadi AR ternyata sangat berat, terutama pada bulan-bulan Nopember hingga awal Mei, seperti saat ini. Mudah-mudahan perasaan ini dikarenakan -mungkin- saya yang terlalu over dan berekspektasi tinggi, atau mungkin karena panik saja. Mudah-mudahan saya segera bisa mengatasi perasaan ini segera. Mohon doanya dari Anda sekalian. Terima kasih.

Update Content
Cukup lama juga ya, blog ini tidak di-update alias tidak ada postingan atau content baru yang bisa dinikmati. Mohon maaf saya atas situasi ini. Mohon para penikmat geomatika6.blogspot maklum.
Hal ini disebabkan oleh masa-masa kesibukan yang dialami oleh para admin blog. Saya sendiri, masih belum menemukan solusi yang memuaskan terhadap permasalahan koneksi internet setelah saya pindah ke Koja, Jakarta Utara.
Beberapa alternatif berinternet -dengan nyaman- sebenarnya sudah dicari-cari oleh saya dan teman-teman AR di Koja, namun belum ada yang memenuhi 'minimum requirement' kami. Beberapa dari 'minimum requirement' tersebut adalah: cepat, murah, instalasi mudah, bisa dibagi pakai (minimal satu ruangan, syukur-syukur satu kantor), dan kalau bisa unlimited. Sayangnya, belum ada yang bisa memenuhinya.
Kami sudah menjajagi untuk menggunakan Speedy-nya Telkom. Tetapi ternyata Speedy ini tidak bisa dipasang di kantor kami, dikarenakan ternyata koneksi telepon (FWA Telkom) kantor kami menggunakan serat fiber optik, sedangkan Speedy tidak support fiber optik.
Terus, kami juga menjajagi FastNet dengan layanan unlimited FastMedianya, namun ternyata jaringan FastMedia -yang memanfaatkan tiang listrik milik PLN- belum juga sampai ke kantor kami di Koja - Jakarta Utara. Kabar terakhir yang kami dengar menyebutkan bahwa jaringan FastMedia sudah (atau baru) mencapai Jl Pegangsaan -cukup dekat dengan kantor kami di jalan Plumpang Semper. Semoga saja, jaringan ini segera masuk ke wilayah kantor kami.
Sebelumnya, saya sendiri sempat berlangganan akses internet unlimited menggunakan chip khusus dari XL, namun karena sesuatu hal -mungkin karena Win XP SP2 yang dipakai kantor Koja- menyebabkan koneksi modem via infrared menggunakan HP Samsung C100 gagal dilaksanakan, sehingga koneksi internet gagal dilakukan. Akhirnya, dengan berat hati saya putuskan untuk tidak berlangganan koneksi chip XL (mygprs) ini lagi (setidaknya hingga saat ini).

Update Team Blog
Sementara itu, ada kabar berkaitan dengan team blg pada geomatika6.blogspot. Beberapa waktu yang lalu, Geomatika6.blogspot mendapat tambahan tenaga dengan bergabungnya Mas Prastawa sebagai team blog. Namun, seiring dengan kesibukan kantor dan sebab yang lainnya, akhirnya Mas Prastawa lebih memilih untuk berkonsentrasi dengan blognya, sehingga saya -mervandi- dengan berat hati melepaskan Mas Prastawa dari team blog ini, dengan tujuan agar yang bersangkutan dapat lebih leluasa berkreasi dengan blognya, dan blog ini akan menemukan lagi orang-orang yang bersedia menjadi team blog.


Mungkin, itu dulu update singkat dari saya. Terima kasih kepada rekan-rekan penikmat geomatika6 atas komentar dan pesan yang disampaikan melalui ShoutBox. Insya Allah, saya pastikan bahwa setiap pesan dan kunjungan Anda akan dibalas. Terima kasih